“Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang untuk aku anakmu. Ibuku sayang masih terus berjalan, walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah…”. Alunan lagu yang mengajak setiap pendengar menghormati seorang ibu itu biasanya terdengar di tape, radio atau nada dering telepon genggam. Tapi malam itu, sang pelantun, Iwan Fals, membawakannya langsung di hadapan para santri Pesantren Sunan Pandanaran. Kali ini, pemilik nama asli Virgiawan Listanto itu tidak sedang konser untuk memenuhi hasrat anak muda yang tenggelam dalam hura-hura. Tetapi bersama santri ingin menyelami nilai-nilai keislaman lewat lagu yang pernah ia ciptakan. Maka, lagu pembuka bertema Ibu ia bawakan untuk mengajak semua pendengar menjunjung tinggi harkat ibu yang begitu dihormati dalam ajaran Islam. Malam itu, 26 April 2010, suasana di Komplek al-Khandaq memang berbeda dari hari-hari biasanya. Para santri melewati malam di tengah hingar-bingar suara musik rock yang dipadu dengan musik Jawa, racikan grup musik Ki Ageng Ganjur. Menurut Zastrouw al-Ngatawi, pimpinan Ki Ageng Ganjur, konser tersebut merupakan rangkaian dakwah menyebarkan ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Zastrouw menyampaikan pesan-pesan agama dalam bingkai ceramah budaya, sedangkan Bang Iwan, panggilan akrab Iwan Fals, melantunkan lagu-lagu bernafas keislaman. Perpaduan keduanya menghasilkan model dakwah “gaya baru”. Tetapi justru berhasil menyihir para santri, hingga mereka betah berlama-lama duduk termangu di atas rumput tanpa alas. Sesaat sebelum Iwan Fals tampil di panggung, Zastrouw mengatakan bahwa esensi dari syair lagu Iwan selaras dengan ayat-ayat Al-Quran. “Kepekaan batin Mas Iwan melahirkan lagu-lagu yang selaras dengan ayat-ayat Al-Qur’an,” kata lelaki yang selalu mengenakan blangkon ini. Zastrouw mengaitkan syair-syair lagu Iwan Fals dengan kisah-kisah yang masyhur di telinga umat Islam. Lagu Ibu, misalnya, mengingatkan kita pada hadis Nabi yang menyebut “ibu” sebanyak tiga kali, baru kemudian beliau menyebut “ayah” yang hanya sekali ketika ditanya tentang siapa orang yang paling berhak dihormati. Setelah Zastrouw selesai menyampaikan nilai keislaman dalam lagu Ibu tersebut, Iwan pun keluar menuju panggung yang disambut teriakan dan tepuk tangan para santri dan OI (penggemar Iwan Fals). Malam itu Iwan Fals tampil sangat sederhana. Ia hanya mengenakan kaos oblong putih, syal biru melilit di leher, plus celana bercorak batik. Tak ketinggalan, ia menenteng gitar dengan lubang resonansi menyerupai buah jeruk. Saat melantunkan tembang Ibu, raut muka Iwan tampak sangat serius. Tidak sedikit pun senyum yang tersungging dari bibirnya. Boleh jadi, itulah perasaan terdalam yang ingin ia bagi kepada para pendengar. KH Mu’tashim Billah, pengasuh Pesantren Pandanaran, mengaku takjub akan daya magis yang dimiliki seorang Iwan Fals. Beliau mengungkapkan, banyak santri yang seolah-olah ruhnya ikut bernyanyi ketika Iwan Fals beraksi di atas panggung. Iwan Fals memang dikenal sebagai musisi yang menciptakan lagu untuk menyuarakan suara hati dan pikirannya. Ide dan pikiran yang berkecamuk di kepalanya ia tuangkan ke dalam lagu. Termasuk juga tentang pengalaman spiritualitas. Tak mengherankan jika lagu-lagu Iwan Fals terkini banyak mengangkat tema religi, bukan lagi tentang “pemberontakan” seperti dulu. Sebut saja Hadapi Saja, Doa dan Ya Allah Kami, dan sebagainya. Dalam konser bertajuk Perjalanan Spiritual Iwan Fals malam itu, Iwan membawakan lima lagu bertema kemanusiaan. Usai membawakan lagu Ibu, ia menyanyikan lagu Siang Seberang Istana, disusul Tanam Siram Tanam, Dendam Damai dan diakhiri dengan Bento. Lagu Bento, menurut Zastrouw, mirip dengan kisah dalam Al-Qur’an tentang Qarun. Qarun adalah kroni Fir’aun yang kaya raya. Tetapi kekayaannya ia belanjakan untuk mendukung kezaliman. Akhirnya, ia pun dibenamkan oleh Allah ke dalam bumi. Mengarungi dunia spiritual Setelah menciptakan begitu banyak lagu yang sarat nilai hikmah, Iwan pun akhirnya melangkah ke dalam dunia yang lebih tinggi. Dunia spiritual. Ketika ditemui Suara Pandanaran, Iwan mengakui bahwa kunjungannya ke Ponpes Sunan Pandanaran ini untuk memperkaya jiwa. “Saya terbentur cobaan-cobaan hidup yang membuat saya, mau tidak mau, harus mengadu kepada Tuhan. Itulah mengapa saya berkunjung ke berbagai pesantren dan berziarah ke makam para ulama”, ungkap Iwan. Dalam kunjungannya itu pun, Iwan tak lupa menziarahi makam KH Mufid Mas’ud, pendiri Ponpes Sunan Pandanaran. “Ketika berziarah ke makam ulama, kita membaca Fatihah, alif lam mim dan seterusnya, sehingga batin kita menjadi adem dan damai. Dari ziarah ini, kita juga akan lebih menghormati para leluhur,” jelas Iwan mengungkapkan pengalamannya. Selain berkunjung ke Ponpes Pandanaran, perjalanan spiritual Iwan Fals juga membawanya ke banyak pesantren di Pulau Jawa. Sejak 19 April 2010, Iwan telah menyambangi Ponpes Mambaul Huda (Pekalongan), Ponpes Raudhatut Thalibin (Rembang), Ponpes Raudhatul Ath-Thohiriyyah (Pati), Ponpes Hasyim Asy’ari (Jepara), Ponpes Al-Muttaqien Pancasila Sakti (Klaten), dan Ponpes Sunan Pandanaran (Yogyakarta). |
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu , Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
Selamat
Selamat datang di Santri Gubrak
Media Santri Nasionalis, Pluralis dan Indonesianis
Media Santri Nasionalis, Pluralis dan Indonesianis
Rabu, 26 Januari 2011
Iwan Fals Selami Islam di Pesantren Pandanaran
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar