H As'ad Said Ali
Setelah Soviet keluar dari Afganistan, dukungan internasional untuk jihad mulai meredup dan para mujahidin kembali ke negara masing-masing. Usamah bin Laden kembali ke Saudi Arabia. Pada tahun 1990, Irak menyerang Kuwait, ini mengakibatkan ketakutan pada Saudi Arabia. Usamah melakukan pendekatan pada Raja Fahd dan menawarkan bantuan untuk mempertahankan kerajaan, dengan membangun benteng pertahanan dan bantuan pasukan mujahidin yang pernah dibinanya.
Namun Raja Fahd tak cukup yakin apakah Usamah bin Laden akan mampu menahan gempuran pesawat tempur Irak. Jawaban yang diberikan pada Raja Fahd rupanya tak cukup meyakinkan, karena itu Raja Fahd minta bantuan kepada Amerika Serikat dan negara barat lainnya untuk melindungi kerajaan Saudi dari serbuan tentara Irak.
Menurut Usamah, undangan Saudi terhadap Amerika sama artinya dengan penghinaan terhadap negara muslim. Sebab menurut Usamah segala kerusakan yang ada di negara-negara muslim disebabkan oleh orang-orang kafir yang superpower. Dengan mengundang Amerika ke Saudi sama artinya dengan Saudi meminta dihancurkan oleh negara kafir.
Merasa tak sejalan lagi dengan pemerintah Saudi, Usama dan para pengikutnya keluar dari Saudi. Mereka membangun jaringan untuk menyerang Barat. Pada tahap pertama, Usamah dan pengikutnya pindah ke Sudan 1992-1994. Pada tahun 1994 al-Qaeda pindah ke Pakistan dan akhirnya bergabung dengan Taliban di Afganistan. Dengan kata lain, sejak 1992 kepemimpinan al-Qaeda telah berhijrah dan membangun pergerakan jihad dalam skala global dalam rangka menghancurkan hegemoni Barat.
Tempat-tempat latihan dibangun diberbagai arena di Afganistan, demikian juga dengan jaringan yang berskala internasional. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menyerang Barat. Dalam programnya, al-Qaeda memasukkan upaya untuk konsolidasi organisasi jihad, memproduksi video rekaman dengan resolusi tinggi, dan melibatkan dunia publik. Pada 1996 dan 1998 Usama mendeklarasikan perang melawan Amerika atas nama al-Qaeda. Deklarasi ini diikuti dengan serangan bom ke kedutaan Amerika di Tanzania dan Kenya.
Ideologi
Meski secara politis Usamah bin Ladin menjadi pimpinan dari salafi jihadi, namun dari segi ideologi gerakan salafi jihadi dibangun atas dasar pemahaman salafi (wahabi) dan Sayyid Quthb. Kedua pemahaman tersebut dibangun atas puritanisme dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam. Kedua paham ini menemukan persemaiannya di Afganistan.
Pada fase 1980-an dan 1990-an gerakan apolitis-puritan selalu memandang ke belakang (romantisisme) menjadi gelombang baru dari gerakan fundamentalisme. Gerakan ini pada awalnya hanya gerakan puritan Islam yang ingin mengembalikan kejayaan Islam. Gerakan puritan Islam yang dipelopori Nashirudin al-Bani yang merupakan penerus Muhammad bin Abdul Wahhab bermula di Saudi Arabia. Gerakan ini tak mendapat hambatan apapun di Saudi karena hampir mirip dengan gerakan Wahabi.
Perkawinan paham antara salafi (wahabi) dan Quthb menjadi doktrin baru bagi para aktifis yang menamakan diri sebagai Salafi Jihadi. Pada saat perang teluk 1990-1991 dimana pasukan Amerika memasuki tanah suci, menjadi kemarahan yang sangat besar bagi kalangan salafi jihadi. Merekapun berhijrah, dalam upaya membuat persiapan untuk menghadapai Barat.
Ide baru yang membedakan al-Qaeda dengan gerakan Islam datang dari Abdullah Azzam. Sebelumnya, perjuangan para mujahidin hanya untuk mengalahkan rejim yang sedang berkuasa di Afganistan yaitu Uni Soviet. Bagi Azzam, meskipun tidak ada kompromi dengan rejim sekuler, perpindahan kalangan mujahidin dari berbagai penjuru dunia ke Afganistan menunjukan bahwa perjuangan umat Islam adalah perjuangan global.
Teori jihad internasional ini diperkenalkan oleh kader internasional yang merupakan hasil dari Jihad di Afganistan. Masyarakat dari seluruh dunia berdatangan ke Afganistan, berlatih militer di kamp yang dibangun dan dikelola oleh Abdullah Azam dan Usamah Bin Laden. Kemudian mereka kembali ke negara masing-masing dan membuat jaringan di negara masing-masing. Usamah yang mempunyai keahlian dalam hal bisnis administrasi mencatat semua pejuang yang pernah berlatih di Bait al-Anshar, atau di tempat latihan lainnya. Hal ini tidak berarti Usamah mempunyai organisasi seperti Rotary Club atau seperti Komintern, namun hal ini lebih mengandung arti bahwa Usamah tetap mempunyai kontak dengan pemimpin dari setiap kelompok di seluruh dunia yang pernah terlibat dalam peperangan selama 10 tahun di Afganistan.
Pemikiran jihad global ini dipahami secara sama oleh para pelaku teror di Indonesia, karena memang itu merupakan bagian jaringan Internasional. Noordin M Top, dalam VCD-nya menyatakan, “Kalian telah menyaksikan bahwa ikhwan-ikhwan kami telah menyerang musuh-musuh Islam langsung ke jantung pertahanan mereka”. Pernyataan tampaknya ditujukan kepada para pimpinan al-Qaeda atau kepada jaringan lainnya, bahwa jaringan Asia Tenggara telah melakukan sebuah aksi menyerang kepentingan Barat.
Landasan pemikirannya, seperti yang disampaikan sebelumnya untuk menghancurkan Amerika dan sekutunya. Hal ini juga disampaikan dalam pidato singkatnya di VCD tersebut sebagai berikut, “Kami tegaskan musuh-musuh Allah yaitu musuh-musuh kami adalah Amerika. Kami ulangi, bahwa musuh-musuh Allah adalah Yahudi, Salibi, Amerika, Australia, Inggris dan Italia. Kami juga menegaskan musuh kami adalah penolong-penolong dan pembantu-pembantu Bush dan Blair penguasa kafir, yang menguasai kaum muslimin, yang memburu ulama-ulama kaum mujahidin. Bahwa kepada kecelakaan akan menimpa kamu. Selama kamu, masih mengintimidasi kaum muslim, maka kami akan terus mengintimidasi. Kalian akan terus merasakan bagaimana serangan mematikan seperti ini”.
Bagi kalangan al-Qaeda, hanya ada satu sebab, karena Soviet melawan Islam maka mereka dapat dihancurkan, hal ini sudah menjadi sunnatullah, seperti juga kalangan Quraisy yang menentang Islam dapat dihancurkan. Keyakinan inilah yang sekarang dipakai al-Qaeda dalam melakukan aksi teror menentang Barat. Tujuan dari aksi teror ini adalah menghancurkan Amerika dan aliansi Yahudi dan Kristen sebagai superpower.
Dalam program jihad global, maka Amerika merupakan negara pertama yang dijadikan target utama. Prioritas ini bertujuan untuk menghancurkan mitos tentang Amerika sebagai negara Superpower yang tak terkalahkan. Ketika al-Qaeda merujuk ke Amerika, artinya dunia non muslim secara umum. Hal ini menjadi anatema untuk al-Qaeda dan afiliasinya untuk menyerang rejim yang ada di negara muslim, pada tahap ini sebagai sebuah proses. Bagi al-Qaeda Amerika dan sekutunya sebagai sesuatu yang lemah, dibandingkan dengan Soviet.
Target penting al-Qaeda adalah untuk mengalahkan Amerika, seperti Hizbullah mengeluarkan Perancis dari Libanon dengan bom truknya 1983. Keluarnya Amerika dari Somalia setelah kematian delapan pasukannya, demikian juga di Vietnam. Para pemimpin al-Qaeda merujuk pada Vietnam Syndrom sebagai bukti bahwa Amerika dapat dihapuskan sebagai sponsor bagi rejim-rejim di Timur Tengah.
Al-Qaeda sudah cukup belajar, untuk mengalahkan rejim lokal, maka yang pertama harus dikalahkan adalah negara superpower yang menjadi pendukung rejim lokal. Bagi masyarakat Salafi Jihadi menjadi bukti gerakan radikal yang dimodifikasi oleh Salafi Jihadi, telah membuahkan hasil di Afganistan. Karena itu, mereka berkeyakinan tak terlalu sulit untuk mengalahkan Amerika dan sekutunya.
Lebih jauh, dalam perspektif al-Qaeda, Barat di bawah kepemimpinan Amerika Serikat, telah bergerak menuju kepada sebuah proses “fir’aunisasi” (Pharaohization). Ini mendasarkan pada sebuah hikayat al-Quran tentang kejahatan raja Fir’aun. Pada saat yang bersamaan kelompok-kelompok Islam di Mesir menyamakan rezim Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat, dan Husni Mubarrak sebagai Fir’aun tersebut. Sebab itu, istilah ini memberikan sebuah simbol yang berguna bagi pergerakan-pergerakan tersebut dalam melakukan transformasi musuh-musuh baik internal maupun luar negeri.
Jaringan al-Qaeda di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia)
Untuk jaringan al-Qaeda di Asia Tenggara yang menjadi pelaku, sebagaimana disebutkan sebelumnya, adalah mereka yang pernah berperang di Afganistan. Adapun tokoh yang menjadi mediator dengan Usamah bin Ladin di Afganistan adalah Umar Farouq – asal Kuwait, menikah dengan orang Indonesia, ditangkap di Indonesia, kemudian dikembalikan ke negara terakhir sebelum menginjakkan kakinya di Indonesia, kemudian di penjara di Afganistan, namun belakangan diberitakan dapat melarikan diri dari penjara.
Pada mulanya, pusat al-Qaeda di Asia Tenggara, berada di Malaysia. Namun ketika pemerintah Malaysia melakukan tindakan tegas kepada kalangan muslim garis keras, mereka lalu pindah ke Indonesia. Secara kebetulan memang mereka warga negara Indonesia. Secara pemikiran dan sikap sebenarnya mereka tidak sama. Dalam garis perjuangan Hambali dan Abdullah Sungkar adalah orang yang lebih cenderung menggunakan kekerasan dalam bertindak. Sedangkan Abu Bakar Ba’asyir lebih cenderung mengobarkan semangat jihad dalam artian yang sangat luas dari pada melakukan tindakan dalam bentuk kekerasan. Hal ini bisa terlihat dari artikulasi Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) dan kemudian JAT, organisasi yang dipimpinnya, lebih cenderung mengobarkan semangat jihad dalam artian yang luas, sedangkan tindakan anarkis bukan prioritas utama. Sedangkan Abu Jibril dan tentu saja dengan pengikutnya, lebih memilih jalan dakwah sebagaimana biasa, dengan jalan damai.
Sikap dan pandangan orang-orang tersebut yang kemudian juga disebut-sebut sebagai pimpinan Jama’ah Islamiyah berimplikasi pada gerakan seterusnya di Indonesia. Bagi Hambali dalam mensikapi segala tindakan pemerintah dan juga koflik yang terjadi di Ambon lebih cenderung harus dibalas dengan cara kekerasan. Misalnya, ketika konflik di Ambon didapati ada banyak senjata di gereja, maka Hambali meminta pada Imam Samudera dan Ali Imran untuk membalas hal tersebut dengan melakukan aksi serangan kepada gereja-gereja di seluruh Indonesia. Maka dikenal dengan serangan bom Natal tahun 2001.
Tidak demikian halnya dengan Abu Bakar Ba’asyir, yang melihat persoalan tersebut bersifat lokal. Artinya apa yang menimpa (konflik) umat Islam di suatu daerah, maka hal yang harus dilakukan, andaikan melakukan pembelaan, maka harus dilakukan juga di daerah konflik tersebut dengan balasan yang seimbang. Demikian juga halnya dengan Abu Jibril.
Dalam jaringan al-Qaeda di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia) lebih di fokuskan pada, jaringan al-Qaeda yang melakukan aksi teror. Jaringan al-Qaeda di Indonesia terbagi menjadi beberapa kelompok besar. Pertama kelompok Malaysia atau yang dikenal dengan kelompok muslim militan yaitu terdiri Wan Min Wan Mat, Roshelmy Muhammad Sharif, Idrus Salim, Abdullah Daud, Azhari dan Noordin M Top. Dua nama terakhir dalam melakukan aksi terornya selalu di Indonesia. Kelompok kedua, kelompok Serang yang terdiri dari Imam Samudera alias Abdul Aziz, Abdul Rauf, Andi Oktavia, Amin dan Iqbal meninggal saat melakukan bom bunuh diri di Pady’s café, Bali, 2002. Kelompok ketiga, adalah kelompok Lamongan yaitu terdiri dari Mukhlas, Amrozi, Ali Imran Umar alias Petek, Dulmatin, Mubarak dan Idris. Kelompok keempat, kelompok Makasar yaitu Abdul Hamid, Muchtar Daeng, Ilham, Usman, Masnur dan Azhar Daeng.
Dalam melakukan aksinya mereka selalu melakukan koordinasi satu sama lain. Misalnya dalam Bom Bali I kerjasama antara kelompok Serang dengan kelompok Lamongan atau yang dikenal dengan nama poros Lamongan-Serang. Demikian juga dengan aksi-aksi teror lainnya selalu ada koordinasi satu dengan yang lainnya. Nama-nama yang terdapat dalam kelompok-kelompok di atas adalah tokoh-tokoh utama dalam aksi teror. Sedangkan yang pendukung aksi teror tersebar diseluruh Indonesia. Mereka hampir ada di seluruh Indonesia. (bersambung)
*Wakil ketua umum PBNU
http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/4/32823/Kolom/Salafi_Jihadi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar