Kepemimpinan Kiai di Pesantren
Arifin (1991) dalam tulisannya mengemukakan, bahwa pondok pesantren didirikan secara individu oleh seorang kiai, maka segala sesuatu yang berlaku dalam pondok pesantren tersebut sangat bergantung pada gaya kepemimpinan kiai yang bersangkutan. Oleh karena itu, masing-masing pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda dalam keilmuan yang dijadikan mata pelajaran pokok. Kalau kiainya alim dalam ilmu-ilmu keagamaan seperti pengkajian pada kitab kuning, pemahaman terhadap ilmu alat seperti nahwu dan sharraf maka akan melahirkan santri pandai membaca kitab kuning dan santri banyak yang berkompeten dalam bidang-bidang keagamaan.
Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa kebijakan yang dipakai oleh pondok pesantren tergantung kepada kemampuan kiai dalam bidang ilmu tertentu yang dikuasainya. Akhirnya kiai tersebut disegani karena kebijakan-kebijakannya, sehingga kedaulatan yang ada di pondok pesantren juga sepunuhnya berada di tangan kiai yang bersangkutan.
Pola dan ciri-ciri kepemimpinan kiai di pondok pesantren yang demikian itu, pada gilirannya akan melahirkan kepemimpinan kiai yang kharismatik. Menurut Sahertian (1984), kepemimpinan kharismatik itu ada (melekat) pada seseorang yang memiliki sifat-sifat kepribadian yang paling luhur, sifat luhur ini sering dihubungkan dengan ciri-ciri psikologis, seperti: dapat dipercaya, ramah-tamah, jujur, bersemangat, penuh daya dan image, serta tabah dan bijaksana.
Sebuah Pengantar: Benar-benar Pengantar
KH. A. Zubairi Mz. adalah sosok kiai yang ada di pulau Madura, tinggal di sebuah kampung namanya Battangan Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Beliau adalah sosok kiai kharismatik dan memiliki beberapa ciri sifat khusus seperti yang telah disebutkan diatas.[1]
Keberadaan KH. A. Zubairi Mz. tidak bisa dilupakan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam sebagai perintis perjuangan dalam memperjuangkan serta menanamkan nilai-nilai keagamaan melalui lembaga pendidikan pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin yang diasuhnya.
Sejauh kiprahnya yang telah dilakukan dapat dilihat dari perkembangan pondok pesantren dan sekaligus sebagai “aktivis” keagamaannya. Disamping itu pula, KH. A. Zubairi Mz. juga adalah seorang kiai da’i (muballigh) dan bahkan sebagai sosok seorang kiai yang mempunyai jiwa kepemimpinan kharismatik (luar biasa) tinggi terhadap bawahannya – pengurus yayasan, pondok pesantren, dan beberapa pimpinan atau kepala madrasah yang ada juga pembantu (khadimul ma’had) di dalam pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur. Kharisma KH. A. Zabairi Mz. dapat dilihat dari kebijakan-kebijakannya, sikapnya yang inklusif (mutahawwil), seperti perubahan kurikulum pondok pesantren dan konsep manajemen (idariyah) pondok pesantren.
Semenjak memulai perjuangan dakwahnya – dalam usia mudanya – KH. A. Zubairi Mz. seringkali diundang ke berbagai tempat acara seperti pengajian umum untuk memberikan ceramah-ceramah keagamaan atau mauidah hasanah (doc. madrasah di Candi). Semasa hidupnya beliau adalah sosok kiai yang disegani diantara kiai-kiai yang ada di daerah sekewedanan Batang-Batang, seperti kecamatan Gapura, Batu Putih, Dungkek dan Batang-batang juga Talango. Karena dengan kepribadian yang “khas” beliau memiliki kebijaksanaan dan wawasan yang luas, ahli dan trampil dalam pembinaan ilmu-ilmu keislaman, disamping mempunyai kepribadian yang luhur, seperti: dipercaya, ramah-tamah, jujur, bersemangat, penuh daya dan image, serta tabah dan bijaksana.
Aktivitasnya yang lain, KH. A. Zubairi Mz sering diminta beberapa lembaga untuk memberikan wejangan tentang pola pengembangan dan menejemen (pengelolaan) lembaga yang baik kedepan. Sehingga tidak hayal lagi bahwa banyak lembaga-lembaga pendidikan (madrasah atau sekolah) berdiri tegak dan mentereng tersebar di beberapa kecamatan seperti Gapura, Batang-batang, Dungkek, Talango dan lainnya kesemuanya itu berawal dari sebuah ide dasar (gagasan) KH. A. Zubairi Mz. sebagai sosok kiai yang mempunyai jiwa perhatian khusus terhadap pemberdayaan kondisi pendidikan di masyarakat berbasis pendidikan pesantren. Langkah seperti itu dilakukan oleh KH. A. Zubairi Mz. karena dianggap saking pentingnya mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai sarana (ambil bagian) dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan yang demikian itu merupakan amanah dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahkan kalau dirasa perlu di sebuah daerah tertentu untuk didirikan lembaga pendidikan Islam, seperti sekolah atau madrasah KH. A. Zubairi Mz. tinggal menunjuk salah seorang tokoh (figure) setempat guna mendirikan lembaga pendidikan, tetapi tetap dalam bimbingan, koordinasi, dan binaan beliau.
Maka pada akhirnya banyak beberapa lembaga pendidikan seperti madrasah dan lembaga-lembaga pendidikan non-formal (taman pendidikan Al-Qur’an dan madrasah diniyah) berkembang dibeberapa daerah sebagaimana disebutkan diatas, tetap memiliki garis hubungan secara kultural dengan beliau atau dengan lembaga pendidikan yang diasuhnya sendiri yakni pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin yang ada di Gapura Timur.[2]
Kepemimpinan dan kiprahnya KH. A. Zubairi Mz. dapat dilihat dari hasil karya tulisanya serta pemikiran-pemikirannya melalui kaset-kaset atau wejangan kepada para santri, sahabat, masyarakat dan putra-putrinya serta melalui instansi pesantren yang diasuhnya. Dari berbagai khazanah keilmuan, kiprahnya dalam pembangunan dan pemberdayaan lembaga pondok pesantren, gaya kepemimpinan KH. A. Zubairi Mz. dapat ditemukan dari kebijakan-kebijakannya dalam pondok pesantren, baik yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi, manajemen, tujuan, perencanaan, evaluasi, pengawasan dan lain sebagainya. Semua itu dapat disebut dengan komponen-komponen dalam pengembangan lembaga pondok pesantren.
Dalam bentuk yang lebih riil lagi, kepemimpinan KH. A. Zubairi Mz. juga dapat ditemukan dari perkembangan pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur Gapura Sumenep yang diasuhnya. Sehingga pondok pesantren tersebut banyak mengalami perubahan dalam beberapa sektor, seperti kurikulum, metode pembelajaran, proses kegiatan belajar-mengajar (KBM), kegiatan ektrakuirkuler sebagai pengembangan minat dan bakat para santri serta pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana lembaga pendidikan pondok pesantren.
Berawal dari sekilas gambaran itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti – membukukan – lebih lanjut dengan harapan bisa mendapatkan data kongkrit. Dan alhamdulillah didapatkan data-data segar tentang biografi kiai Zubairi, mulai masa kanak-kanak, nasabnya, masa-masa pendidikan, merintis-memimpin lembaga, hari-hari terakhir menjelang wafatnya, gaya kepemimpinan, sejarah pertumbuhan lembaga, mengasuh dan kiprahnya, dan amaliah-amaliah KH. A. Zubairi Mz. kaitannya dengan pembentukan karakter (character building) lembaga pondok pesantren Nasy’atul Muta’allimin (NASA) yang ada di Gapura Timur sehingga lembaga tersebut mempunyai ciri khas khusus dibandingkan dengan beberapa lembaga pendidikan Islam lainnya.
- Tulisan ini dipetik dari hasil penelitian Ach. Syaiful A’la (skripsi bab I point 1), Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam (KI) IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009.
- Nama beliau adalah Amrawi. Pergantian nama merupakan kebiasaan masyarakat Jawa dan Madura bagi yang telah menunaikan ibadah haji ke Baitullah (Mekkah), karena dianggapnya membawa barokah (berkah). Kiai Zubairi menunaikan ibadah haji yang tertama pada tahun 1971 dan yang kedua pada tahun 1999 (lupa tanggal dan bulannya). “Mz” adalah singkatan dari kata Marzuqi, ayahanda K.H. A. Zabairi. Walaupun mencantumkan nama ayah setelah nama diri adalah tradisi Arab, tetapi dipakai pula oleh orang Indonesia. Wawancara dengan KH. Asy’ari Marzid, tgl. 10 April 2009 dan KH. Chairul Umam, BA. tgl, 17 April 2009.
http://nasa-institute.blogspot.com/2010/05/meneladani-sosok-kh-zubairi-mz.html